Quantcast
Channel: E-NEWS
Viewing all articles
Browse latest Browse all 10

Hari tak kan selamanya siang

$
0
0

Mentari mulai tenggelam, namun perjalanan masih berlanjut, jalan berlumpur dan berlobang menyambut di sepanjang jalan. Maklum, waktu itu, jalan itu benar-benar baru bagi kami. Jauh dari hiruk pikuk kehidupan manusia pada umumnya. Kehidupan alami hampir di sepanjang jalan. Seolah kehidupan di sisi jaln itu belum tersentuh tangan manusia. Yah, itulah perjalanan kami, pertama kali menempati daerah yang belum di huni manusia. Tepatnya aku menyebutnya belantara.
Jangkrik menyambut, dan hewan-hewan malam dengan nyanyian khas ala mereka. Akhirnya, aku sampai di rumah pertamaku. Aku belum tau betul seperti apa rumahku, rasa takut itulah yang menemaniku awal aku tinggal disana. Hampir 3 tahun umurku, adikku benar-benar masih kecil. Di gendong ibuku. Sunyiii, takut, hanya itu yang bisa kurasakan. Tenggelamnya mentari sore itu, memang meninggalkan banyk kenangan. lampu kami tak punya, seingatku, Cuma ada lampu teplok bawaan ibuku dari kampung. Kebetulan waktu itu makananpun kami tak punya, Cuma setandan pisang kapok.
Waktu berlalu, kini aku mulai mengenali lingkunganku. Tempatku benar-benar masih sepi dari campur tangan manusia. Ya, Cuma orang-orang yang membuka lahan buat kami dan kamilah yang sepertinya pertamakali di sana. Rumahku di cat warna hitam dan putih, ada empat petak di rumahku. Dua kamar tidur, satu ruang tamu, dan satu dapur. Kamar bagian depan belum kami pakai, sementara pakai satu kamar yang ada di belakang dekat dapur. Lumayan, kelambu yang dibawa ibuku cukup membuat tidurku nyaman. Adik dan mbak juga. Kami sekeluarga tidur dalam satu dipan. Kok bisa?. Ya bisa. Tubuh kami masih kecil-kecil. Apalagi adikku, yang masih di timang-timang.
Perjalanan hidup kami menjadi semakin menyenangkan, alias nyaman. Aku mengenali lingkunganku, bahkan aku hafal berbagai pohon yang ada di kebunku, bahkan posisinya. terekam di kepalaku. Lahan depan rumahku masih rimbun, belum ada yang tinggal disana. Suasana keseharian kami di temani hewan-hewan yang masih tetap tinggal di sekitar tempat tinggal kami. Waktu malam, jangkrik bernyanyian, iringan hewan-hewan malam lainnya. Beruang dan Babi yang berkeliaran yang terkadang memakan ayam-ayam kami. Ntah sejak kapan mulai menjadi karnivora seperti itu. Mereka hidup liar di hutan-hutan ataupun kebun-kebun kami yang masih rimbun.
Kalau saja kalian ikut menatapnya, Sungguh suasana itu membuat aku semakin kuat menghadapi hidupku. Biarpun kami kesepian, tapi hati kami selalu ditemani ketenangan. Sesekali aku menatap pohon-pohon itu. Aku mencoba memahami bagaimana ia bisa hidup, bagaimana jadi semakin besar, bagaimana bisa berdaun seperti itu. Pikiranku semakin dihiasi banyak pertanyaan. Aku berharap, suatu saat menemukan jawabannya. Sore hari, waktu itu. Saat-saat kami sering berkumpul bareng dengan keluarga. Menanam pohon, sayuran, buah. Yang sekiranya bisa kami manfaatkan untuk bertahan hidup. Tapi sore itu, aku termenung sendirian, ibukku sibuk mencari-cari tanaman yang sekiranya bisa di buat masak, mbak dan adikku sibuk mencari tanaman bunga. Ntah sejak kapan mbak dan adikku jadi terobsesi dengan begituan.
Malam mulai datang, merahnya matahari yang menghiasi pucuk bukit barusan sudah mulai tenggelam. Lampu teplok mulai dinyalakan. Cerita malam kembali menemani saat-saat menjelang tidur kami. Biasa, ibuku cerita-cerita yang di sukainya. Yah, kami kadang Cuma jadi pendengar. Tapi ibukku sering bercerita yang belum ku ketahui. Jangkrik, dengingan nyamuk, dan yang mulai sepi, suara malam kera-kera hutan juga tak mau kalah ikut menemani kami bercerita.
Malam demi malam, siang demi siang berlalu senda gurau dengan bapak, ibu, mbak, adik, mengisi ruang hatiku yang sebelumnya tak pernah kusadari keberadaannya. Saat malam pun ibuku pernah bercerita, tentang tumbuhan yang tumbuh bukan atas dasar kemauannya sendiri.” Allah yang membuat tanaman-tanaman itu tumbuh, yang memberi makan, minum, yang membuatnya berwarna-warni, yang membuatnya berbuah, plus punya banyak rasa”. Saat itulah aku tersentak, kini aku dapatkan jawabanya. Tapi jawaban itu tidak kemudian membuatku puas begitu saja. Bahkan dalam hatiku waktu itu bertanya, Allah itu seperti apa ya? Laki-laki kah, atau perempuan? Mungkin saat itu, pertanyaan pertanyaan itu sekedar bagian dari ribuan pertanyaan hidupku yang belum terjawab.
Alam mengajariku banyak hal, bahkan menjadi guru. Mengajariku semangat, mengajariku terus tumbuh dan berkembang, mengajariku berbagi dan bisa sukaria menikmati kehidupanku. Itu yang paling cocok kubilang¬¬¬.
Rumahku kini mulai berhias. Di depan rumah pun mulai di Tanami pepohonan, sepanjang 50 meter sebelah barat di Tanami pohon-pohon nangka, ada 3 pohon sayap kanan rumah, 4 pohon sayap kiri. Ada 1 pohon jengkol bagian sayap kanannya. Bagian timur masih kosong, cukup rimbun dan cukup menakutkan buat anak-anak kecil se-usiaku jika berjalan sendirian. Wajar rumah-rumah antar warga berjarak 50 meteran menyamping dan 200 meteran depan belakang.
1992-1993
Ruang dan waktu mengajariku banyak hal. Aku, adik dan mbak kini mulai sering di tinggal sendiri di rumah. Cukup repot ngurusin anak kecil yang belum bisa apa-apa, padahal aku juga pengen main-main. Bapak dan ibukku mulai ikut pekerjaan di kem milik perusahaan swasta. Waktu itu, masih jadi pekerjaan satu-satunya bagi lingkungan kami. Jadi hampir satu kampung ikut pekerjaan itu, kayaknya sih… soalnya kalau lagi pada pulang kerja banyak orang yang mampir kerumahku.. hehe.. belum tau persis pekerjaan bapak waktu itu, tapi kebiasaan bapak bawa parang, tali atau sesekali sabit. Kalau ibukku aku sudah tau, dia ikut membabat rerimbunan atau hutan yang katanya mau ditanam pohon sawit.
Persis setiap sore, sekeluarga kumpul. Kali ini kami bersih-bersih halaman rumah dan kalau sesekali menemukan pohon yang bagus(bunga) kami ambil dan kami tanam. Yang jelas mbak dan adikku yang paling seneng gituan. Dan tak jarang akupun jadi ikut-ikutan dengan kebiasaan yang begituan. Ada banyak pohon yang berdaun runcing di depan rumahku, bapakku sesekali memindahkannya di tempat yang tadi sudah dibersihkan. Banyak yang belum ku tau, Mungkin beberapa waktu kedepan aku akan mengerti semuanya.
Malam yang gelap, bintang pun tak mau muncul. Wajarlah, desaku waktu itu belum ada listrik sama sekali. Lampu paling mewah baru lampu kapal. Angin kencang menerjang malam itu, membuat tidurku dan keluargaku berbeda dari biasanya. Angin seolah-olah ingin membongkar atap rumahku, “Glegaaar”. Suaranya gak karuan. Badainya memang sangat besar, paginya aku dan keluargaku baru menyadari, beberapa seng atap dapurku terbang ntah kemana. Biarpun begitu, aku sangat menikmati tidurku bersama bapak, dan ibuku. Biarpun dingin, jadi tetap hangat. Sungguh, aku menikmati semuanya. Badai yang keras terdengar, menggoyang apa saja yang ada di sekelilingnya, bahkan seolah-olah mau mencabutnya. tapi aku menikmatinya, pikiranku ikut terbawa suasana alam masa-masa itu, aku jadi mulai sering membayangkan suasana lain yang lebih menyenangkan dan menenangkan perasaanku. Aneh? Memang. Tapi begitulah adanya.
Rumahku sekarang agak berbeda. Lebih bergaya. Meskipun corak warna dominannya masih sama seperti apa adanya. Warna hitam dan putih. Aku masih sangat hafal susunan kayu dindingnya, warnanya, bentuk rumahnya. Hanya saja bagian depan setengah keutara yang direnovasi bapakku.. ntah dapat kayu darimana, masih berbentuk gelondongan tapi ukurannya masih kecil-kecil, kurang lebih diameter 7-11 cm an. Kulit kayunya dikelupas, dan dikeringkan getahnya, kemudian mulai di pasang buat dinding. Yah, ku ingatnya kayu dipasang, dipaku, di kasih kuda-kuda, dan jadi. Bentuknya memang unik di buat berundak-undak, naik turun. di jaman itu gak ada yang membuat model begituan. Jadi memang cukup bagus dikelasnya.. hehe.
Hujan melanda deras waktu itu, angin menyisir dedaunan pohon-pohon di sekeliling rumahku. Suara “krontang-krontang” bertabuhan di atap rumahku. Seolah tak ada lagi tempat yang aman selain diruang tidurku. Ntah bagaimana kabar monyet2 hutan, babi hutan, dan beruang yang biasanya gelandangan di belakang rumahku. Ayam-ayamku di kandang belakang rumah pasti kedinginan. Apalagi dinding dan atap kandangnya tidak serapat rumahku. (Padahal rumahku juga banyak yang bocor, hehe..). Tapi, Suasana itu membuatku semakin nyenyak dengan selimut putih biru kesayanganku.
Pagipun datang juga. Tanah di sekeliling rumahku jadi becek, membuatku malas mau kemana-mana. Sumur jauh(60 meteran sebelah selatan), WC juga jauh(15 meteran sebelah timur rumah). HrrgGGh, Dinginnya…, ayampun seolah lagi malas berkokok saking dinginnya. Biarpun begitu, ada yang sangat menikmati suasana semalam barusan. Pohon-pohon hijau melinjo, nangka, karet dan banyak yang lainnya yang liar terlihat sangat segar. Sepertinya dimanjakan air hujan semalaman. Air bening segar terlihat menetes dari ujung-ujung daunnya. Sesekali angin-angin kecil meniup helaian daunnya, menyisip dan pindah ke pohon yang lainnya. Meniup malu, dan pergi lagi. Matahari sepertinya sedang malas bangun, tak terlalu terang tapi sudah cukup cerah buat pagi-pagi sehabis hujan.
Aku mulai berjalan kedepan rumahku, tanaman-tanaman terlihat sedang bergembira. Seperti sedang pesta. Sesekali pantulan cahaya matahari mengenai mataku, embun-embun di daun-daun pohon itu memang sangat menyejukkan, tapi sayang, udaranya sangat dingin. Aku juga tidak lupa melihat halaman rumahku, air menggenang. Hampir setengah halamanku tertutup air, karena bentuknya miring. Sebelah utara rumahku juga.. aku berteriak-teriak ke mbak-ku, mbk banjir2. Senangnya, pengen langsung berenang. wah, kebiasaan lamaku sepertinya mulai kambuh lagi. Dinginnya pagi itu jadi tidak begitu berasa, aku benar-benar menikmati suasananya.
Oh Indahnya, Kalau saja Allah memberikanku Lebih Indah di akhirat nanti. Matahari yang terang, embun yang berhamburan di dedaunan, kabut-kabut tipis yang meluap keatas, ada telaga al-kautsar yang ku bebas meminumnya sepuasnya, pohon2 yang tinggi dan kekar. Bebatuan dan pasir ditepinya, dan ku bebas berlarian menikmatinya.. “Allah, karuniaiku Rahmat-MU”
=================================NEXT===============================Malam yang sunyi, termenung sendirian di depan PC di iringi nyanyian merdu angin malam dan Suara Nasyid Opick yang terdengar lirih yang kini menghiburku. Teman-temanku sudah tidur sejak sore tadi, beberapa sedang asyik meluncur di taman maya internet kampusku. Ntah kenapa tiba-tiba malam ini terasa berbeda. Perasaanku terasa tenang, biarpun ada banyak hal yang seharusnya aku khawatirkan. (…SETERUSNYA…)
=================================NEXT===============================
Shalat subuh baru saja usai.. hanya kami berdua yang matanya terbangun dari mimpi malam itu. Tapi tetap saja mataku gatal, ingin rasanya tidur lagi.. 3 orang pria masih tertidur lelap tidak jauh dari tempatku duduk saat itu. 1 orang sedang di kamar, dan beberapa orang tetangga wanita yang aku sendiri tak tau keadaan mereka.
Malam itu sepertinya baru saja gerimis, jalan depan rumahku tinggal sedikit basah, ntah oleh embun pagi yang begitu lebatnya atau gerimis yang kami tak menyadarinya.. waktu mendekati pukul 05.30, tiba-tiba telepon genggamku berdering.. dari sumatera. Pulau seberang, negeri dimana rumahku berdiri tegak ditopang puluhan lembar kayu beratabkan asbes dan seng.
Kali ini berbeda, yang menelponku bukanlah bapak ataupun ibukku. Tapi paman angkatku. Ku piker “tumben” dalam jam yang sama pamanku menghubungiku.. biasanya masih menikmati indahnya malam kampung ranah palabi. Maklum saja selisih waktu tempat dimana aku tinggal sekarang dengan rumahku setengah jam lebih. Meskipun disini matahari sudah terbit, disana langit masih terlihat layaknya ekor serigala. Ku tekan tombol “OK” di keyboard HPku, ku awali dengan salam,
Assalamu’alaikum,
Pripun lek ?(gayaku menyambut telepon pamanku)
Beliau tak menjawab pertanyaanku, malah menanyakan temanku..
==================================(continue)===========================
author: aribat s


Viewing all articles
Browse latest Browse all 10

Latest Images

Pangarap Quotes

Pangarap Quotes

Vimeo 10.7.0 by Vimeo.com, Inc.

Vimeo 10.7.0 by Vimeo.com, Inc.

HANGAD

HANGAD

MAKAKAALAM

MAKAKAALAM

Doodle Jump 3.11.30 by Lima Sky LLC

Doodle Jump 3.11.30 by Lima Sky LLC

Trending Articles


Gwapo Quotes : Babaero Quotes


Kung Fu Panda para colorear


Girasoles para colorear


Dibujos de animales para imprimir


Renos para colorear


Dromedario para colorear


Break up Quotes Tagalog Love Quote – Broken Hearted Quotes Tagalog


Love Quotes Tagalog


RE: Mutton Pies (mely)


El Vibora (1971) by Francisco V. Coching and Federico C. Javinal





Latest Images

Pangarap Quotes

Pangarap Quotes

Vimeo 10.7.0 by Vimeo.com, Inc.

Vimeo 10.7.0 by Vimeo.com, Inc.

HANGAD

HANGAD

MAKAKAALAM

MAKAKAALAM

Doodle Jump 3.11.30 by Lima Sky LLC

Doodle Jump 3.11.30 by Lima Sky LLC